Bincang Seni 1 | PERSAMI PARADANCE: WORKSHOP KESETARAAN GENDER UNTUK SENIMAN PERTUNJUKAN

PERSAMI PARADANCE: WORKSHOP KESETARAAN GENDER UNTUK SENIMAN PERTUNJUKAN

1 | PERSAMI PARADANCE: WORKSHOP KESETARAAN GENDER UNTUK SENIMAN PERTUNJUKAN

Program ini adalah bagian dari aktivitas IETM Local Journeys for Change yang didukung oleh European Union sebagai bagian dari IETM Network Grant 2022-2024 NIPA: the New International in the Performing Arts. @ietmnetwork

Persami Paradance adalah malam keakraban Sabtu Minggu yg diisi dengan workshop/pelatihan terstruktur yg sebelumnya pernah dilaksanakan pada tahun 2018.

Kali ini kami menawarkan tema “Memahami Kesetaraan Gender” sebagai bahan diskusi bersama untuk merefleksikan situasi dalam praktik seni pertunjukan dan lebih penting lagi dalam hidup pribadi keseharian. Ini juga untuk melihat kemungkinan mempraktikkan nilai-nilai kesetaraan gender dalam berkarya.

Selama 8 tahun Paradance Platform bekerja di ranah seni pertunjukan terutama seni tari membawa ikatan dengan seniman tari di sekitar terjalin. Dari sanalah beberapa cerita kerentanan di dalam lingkaran kerja ini muncul. Masih kuatnya sistem hierarkis dalam pendidikan seni pertunjukan, juga sumber daya yang masih terpusat pada beberapa orang saja membuat relasi kuasa dalam lingkungan kerja ini menjadi tidak seimbang. Banyak cerita dari para penari yang menyatakan bahwa sebagian besar peluang kerja seni harus melewati beberapa orang saja. Pada dasarnya ini tidak akan membawa banyak masalah jika ada perspektif kesetaraan di sana. Namun, beberapa dari para pemberi kerja ini justru memanfaatkan kuasa kepada seniman yang lebih rentan dalam situasi ini. Hal inilah yang memunculkan kasus-kasus kekerasan seksual di dalam kampus maupun lingkaran kerja seni pertunjukan. Di sisi lain beberapa seniman pertunjukan perempuan berhenti berkarir setelah menikah, beberapa di antaranya mungkin memang murni pilihan pribadi, tetapi kebanyakan karena permintaan dari suami/orang-orang di sekitar mereka yang merupakan imbas dari konstruksi sosial yang masih diyakini hingga hari ini.

Lalu, mengapa situasi ini masih terjadi di sekeliling kita? Serta bagaimana memutus situasi ini? Bisakah melalui cara-cara yang dekat dengan seniman pertunjukan, misalnya melalui praktik seninya?  Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan inilah diskusi dalam workshop ini akan digulirkan.

Persami Paradance kali ini akan dilaksanakan pada Sabtu & Minggu, 05-06 November 2022 di Wisma Kampoeng Media, Yogyakarta, Indonesia. Open Call untuk seniman pertunjukan lndonesia telah dibuka mulai dari 10 Oktober 2022 hingga 21 Oktober 2022 melalui https://bit.ly/paradancecamp. Akan dipilih maksimal 14 peserta dari seluruh pendaftar, jumlah ini dianggap ideal bagi fasilitator untuk membicarakan isu ini dengan lebih dalam.

Kami menggandeng fasilitator yang terafiliasi dengan komunitas maupun lembaga sebagai bagian dari usaha untuk berjejaring yang harapannya dapat mengembangkan lingkaran bantuan untuk program-program selanjutnya dengan tujuan ekosistem seni pertunjukan yang lebih aman bagi para pelakunya.

2 | PERSAMI PARADANCE: WORKSHOP KESETARAAN GENDER UNTUK SENIMAN PERTUNJUKAN

Fasilitator:

  1. Indiah Wahyu Andari, lahir dan tinggal di Yogyakarta, memiliki keahlian mendampingi korban, membangun mekanisme layanan, dan menyusun kebijakan untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender. Saat ini aktif bekerja di Rifka Annisa WCC sebagai Manajer Divisi Pendampingan, mengelola layanan konseling psikologi, konsultasi dan pendampingan hukum, pendampingan psikososial, layanan shelter, dan layanan pendampingan berjejaring. Indiah juga mengelola layanan konseling untuk laki-laki pelaku kekerasan sebagai bagian yang terintegrasi dalam layanan pendampingan korban kekerasan.
  2. Fitri Indra Harjanti, spesialis gender dan feminisme yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam merencanakan dan mengelola pelatihan, melakukan monitoring, evaluasi, & pem belajaran, manajemen pengetahuan, advokasi, kreator konten, serta pengorganisasian dan memfasilitasi komunitas. Fitri telah bergerak dan bekerja dalam isu gender dan feminisme selama lebih dari 10 tahun dan secara aktif terlibat dalam beberapa program termasuk kolaborasi pelatihan serta monitoring & evaluasi bersama beberapa kementerian, pemerintah nasional dan lokal, agensi-agensi PBB, organisasi masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat, serikat pekerja, dan berbagai komunitas, sehingga memiliki banyak pengalaman di lapangan dalam hal merancang dan mengelola pelatihan, mengorganisir dan memfasilitasi komunitas, serta melakukan advokasi. Fitri juga memiliki banyak pengalaman dalam mengembangkan metode serta materi pelatihan, menulis modul dan buku, mendokumentasikan kasus-kasus kekerasan berbasis gender dan menganalisisnya, serta menulis cerita-cerita perubahan. Saat ini bekerja sebagai Gender Justice Program Coordinator di AFWA Indonesia, serta menjadi konsultan di beberapa lembaga.
  3. Didik Adi Sukmoko, dikenal sebagai Ahmad Jalidu, tinggal di Yogyakarta. Dia adalah aktor, penulis naskah, sutradara teater, dan penyanyi/penulis lagu. Dalam kerja teater dia dikenal dengan gaya musikal ringan, beberapa karya terakhirnya: Ngono ya Ngono : Rekonstruksi Balada Si Eni (GMT Jogjadrama, 2022), Bregada Rempah Handayani (Loka Art Production, 2020) and Till There Was You (Dinar Roos and PSBK, 2020). Jalidu bekerja dengan Museum Hujan dan Rannisakustik and Friends, komunitas musik yang berkomitmen menulis dan memproduksi lagu-lagu untuk mempromosikan kesetaraan gender dan anti kekerasan terhadap perempuan. Dia juga salah satu inisiator Paradance Platform dan gelaran.id (website kritik dan review pertunjukan) yang dibangun bersama istrinya, Sejak 2012, dia mengerjakan penerbitan buku indie, Garudhawaca, dengan komitmen untuk menyisihkan sebagian penghasilan untuk platform-platform kesenian yang dikerjakannya.

Baca juga...

Artikel Populer